10/05/2012
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Tugas 3 Psikologi Lintas Budaya (2)
Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan
kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan
berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat
menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka
anut.
Definisi
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan
konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian
dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan
penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari
beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit
perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi
sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A
Multicultural society, then is one that includes several cultural communities
with their overlapping but none the less distinc conception of the world,
system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs
and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian
atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang
budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002,
merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan
dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis,
budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan
semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan
kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).
Jenis Multikulturalisme
- Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
- Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
- Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
- Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
- Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Multikulturalisme di Indonesia
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan
akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan
luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap
pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat.
Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu
sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat
banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi
pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan
suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun,
dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi
terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena :
1.
Letak geografis indonesia
2.
Perkawinan campur
3.
Iklim
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Tugas 3 Psikologi Lintas Budaya (1)
Akulturasi adalah penggabungan dua budaya yang berbeda yang merupakan hasil dari proses interaksi. Istilah akulturasi atau culture contact (kontak kebudayaan) mempunyai pengertian proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi akulturasi
Terjadinya akulturasi adalah perubahan sosial budaya dan struktur sosial serta pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan akulturasi dapat terjadi, yaitu:
1. Faktor Intern
· Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
· Adanya penemuan baru. Discovery : penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada.
· Invention : penyempurnaan penemuan baru.
· Innovation : pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.
· Konflik yang terjadi dalam masyarakat.
· Pemberontakan atau revolusi
2. Faktor Ekstern
· Perubahan alam
· Peperangan
Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi(pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi(pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi dalam taraf individu adalah faktor-faktor kepribadian seperti toleransi, kesamaan nilai, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Dua budaya yang mempunyai nilai-nilai yang sama akan lebih mudah mengalami akulturasi dibandingkan dengan budaya yang berbeda nilai.
Jadi, akulturasi psikologis adalah akulturasi yang terjadi pada psikologis seseorang atau suatu mayarakat, misalnya seseorang yang merantau akan terpengaruh dengan budaya yang ada ditempatnya merantau secara psikologis, seperti pola berpikir atau sifatnya, tetapi tidak membuat ia berubah seutuhnya menjadi seperti orang-orang asli ditempat tersebut.
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Tugas 2 Psikologi Lintas Budaya
Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang
timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi:
Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa,
sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni
Semesta Raya.
Akulturasi mengacu
pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan
langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian
berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah),
kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini.
Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur
tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu
yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.
Relasi Internakultural
Relasi Internakultural atau Komunikasi Antar Budaya adalah komunikasi yang
terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang
berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua
perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara
orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang
dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human
flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi
internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan
berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi
antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda
budayanya.
“Intercultural communication generally
refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.”
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya
sebagai kelompok.
Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan
antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang
sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia
dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau
diperjuangkan.
Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan
antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk
berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun
bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita.
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri
dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.
Fungsi-Fungsi Komunikasi
Antarbudaya
1.
Fungsi Pribadi
ü
Menyatakan Identitas Sosial
ü
Menyatakan Integrasi Sosial
ü
Menambah Pengetahuan
ü
Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
2.
Fungsi Sosial
ü
Pengawasan
ü
Menjembatani
ü
Sosialisasi Nilai
ü
Menghibur
Prinsip-Prinsip Komunikasi
Antarbudaya
1.
Relativitas Bahasa
2.
Bahasa Sebagai Cermin Budaya
3.
Mengurangi Ketidak-pastian
4.
Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
5.
Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
6.
Memaksimalkan Hasil Interaksi
Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989)
mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai
contoh, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan
hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin
menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan
rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat
berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus
melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil
negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita
yang akan menghasilkan hasil positif. Dalam komunikasi, anda mencoba
memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil,
perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya. Anda kemudian melakukan
apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan
apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif.
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Tugas 1 Psikologi Lintas Budaya (2)
Transmisi budaya terdiri dari Enkulturasi, Sosialialisasi, dan Akulturasi
Enkulturasi
Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari
dan menysuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan
peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung
sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih
besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan
dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota
keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan
seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat
istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat.
Dalam masyarakat ia belajar membuat alat-alat permainan, belajar
membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam
masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik
perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia
mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat
abstrak.
Proses Enkulturasi
Dalam Proses Enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan
alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma dan
peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses Enkulturasi sudah
dimulai sejak kecil oleh setiap warga masyarakat, mula-mula dari orang-orang
dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain.
Bentuk awal dari proses enkulturasi adalah meniru berbagai macam tindakan orang lain, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu tekah diinternalisasikan dalam kehidupan kepribadiannya dengan berkali-kali meniru tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.
Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian dengan mendengar berbagai orang lingkungan pergaulannya. Ada juga norma yang diajarkan secara formal di sekolah, misalnya norma etika, estetika, dan agama.
Bentuk awal dari proses enkulturasi adalah meniru berbagai macam tindakan orang lain, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu tekah diinternalisasikan dalam kehidupan kepribadiannya dengan berkali-kali meniru tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.
Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian dengan mendengar berbagai orang lingkungan pergaulannya. Ada juga norma yang diajarkan secara formal di sekolah, misalnya norma etika, estetika, dan agama.
Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses individu mulai menerima dan menyesuaikan diri
dengan unsur-unsur kebudayaan (adat – istiadat, perilaku, bahasa) yang dimulai
dari lingkungan keluarganya, yang kemudian makin meluas. Sosialisasi
berlangsung sejak masa kanak-kanak (bayi).
George Herbert Mead menjelaskan bahwa perkembangan manusia
diantaranya melalui sosialisasi dapat melalui tiga tahap yaitu :
1.
Play stage : tahap dimana seorang anak mulai
mengambil peranan orang-orang di sekitarnya.
2.
Game stage : tahap dimana anak mulai mengetahui
peranan yang harus dijalankan dan peranan yang dijalankan orang lain.\
3.
Generalized other : tahap dimana seseorang telah
mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan oleh orang lain.
Proses sosialisasi dalam
pembentukan kepribadian
Proses sosialisasi dalam setiap masyarakat juga dipakai sebagai sarana
pembentukan kepribadian.
Menurut Allport, keptibadian adalah organisasi dinamis dari sistem
psikofisis dalam individu yang turut menentukan cara-cara yang unik dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Empat faktor yang menentukan kepribadian :
1)
Keturunan (warisan biologis).
2)
Lingkungan geografis.
3)
Lingkungan kebudayaan.
4)
Lingkungan sosial.
Media Sosialisasi menurut Fuller and Jacobs :
a.
Keluarga.
b.
Kelompok bermain (kelompok sebaya).
c.
Sekolah.
d.
Lingkungan kerja.
e.
Media massa.
Menurut Robert Dreeben bahwa proses sosialisasi di sekolah selain
mendapat ketrampilan dan pengetahuan juga mendapat :
a.
Kemandirian (independence).
b.
Prestasi (achievment)
c.
Spesifitas (specifity) – (hal-hal yg spesifik)
Definisi Sosialisasi
Prof. Dr. Nasution , SH : sosialisasi adalah peoses membimbing individu
ke dalam dunia sosial.
Sukandar Wiraatmaja, MA: sosialisasi adalah suatu proses yang dimulai
sejak seseorang itu dilahirkan untuk dapat mengetahui dan memperoleh sikap
pengertian, gagasan dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.
Drs. Suprapto, sosialisasi adalah proses belajar berinteraksi dalam
masyarakat sesuai dengan peranan yang dijalankan.
Peter L. Berger, sosialisasi adalah suatu proses seorang anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
Macam-macam sosialisasi
1.
Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang
paling dasar yang berlangsung pada usia anak-anak, yaitu usia 0 –5 tahun atau
belum sekolah.
2.
Sosialisasi sekunder terjadi setelah
sosialisasi primer. Sosialisasinya berlangsung di luar keluarga.
3.
Enkulturasi adalah proses penyesuaian diri
dengan adat –istiadat, lingkungan, sistem norma, dan aturan aturan hidup
lainnya.
Proses sosialisasi terjadi melalui dua cara yaitu :
a.
Conditioning.
b.
Komunikasi atau interaksi.
Conditioning, adalah keadaan yang menyebabkan individu mempelajari pola
kebudayaan yang fundamental seperti cara makan, bahasa, berjalan, cara duduk,
pengembangan tingkah laku dan sebagainya.
Komunikasi atau interaksi, adalah proses hubungan yang terjadi antara
individu-individu yang bergaul sehingga terjadi proses sosialisasi.
Tujuan umum sosialisasi :
a.
Penyesuaian kelakuan yang dianggap baik.
b.
Pengembangan kemampuan dan pengenalan dirinya
sebagai bagian masyarakat.
c.
Pengembangan konsep diri secara baik.
Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang
timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari
negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan
menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Macam - Macam Transmisi Budaya
1.
Transmisi Vertical
Ø
General Acculturation
Dari orang yang lebih tua/orang tua, pada budaya sendiri
(intra) informal
Misal : anak disiplin karena melihat orang tuanya
Ø
Specific Socialization
Peristiwa yang disengaja, terarah dan sistematis
Misal : anak di didik untuk tidak membantah pada orang tua
dan pendidikan formal
2.
Oblique Transmision
Dari orang dewasa lain, yang budayanya sama (enkulturasi/
sosialisasi) dari orang yang budayanya beda (akulturasi/ resosialisasi)
Ø
General Aculturation
Orang dewasa yang budayanya sama
Anak meniru sopan-santun orang dewasa misal : dari guru
Ø
Specific Socialization
Misal : guru menanamkan sifat-sifat kerja sama
Ø
General Acculturation
Orang dewasa yang berbudaya beda
Misal : model pakaian
Ø
Specific Resocialization
3.
Horizontal Transmision
Ø
General Enculturation
Dari teman sebaya pada budaya yang sama
Misal : anak ikut-ikutan merokok karena ikut temannya
Ø
Specific Socialization
Misal : diskusi kelompok, anak mengikuti aturan bicara bergantian,
dan belajar main musik dari teman
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Tugas 1 Psikologi Lintas Budaya (1)
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan
perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan
kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubahan psikologis dan
sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan
yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah
kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan
cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan
budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman
perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini
relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain
mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan kompleksitas riset
lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit
antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan
maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses yang memerantarai
kemunculan perbedaan perilaku.
Salah satu definisi konsep budaya adalah yang dikemukakan
Koentjaraningrat (2002) yang mendefinisikannya sebagai seluruh total dari
pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya,
dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar.
Definisi tersebut mendominasi pemikiran dalam kajian-kajian budaya di Indonesia
sejak tahun 70an, sejak buku ‘Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan’
diterbitkan. Koentjaraningrat (2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem
religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem
teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk budaya secara
keseluruhan.
Sejarah Singkat Munculnya
Psikologi Lintas Budaya
Psikologi Lintas Budaya (PLB) merupakan salah satu cabang (sub
disiplin) dari ilmu Psikologi, yang dalam 100 tahun terakhir ini berbagai studi
mengenai PLB mengalami perkembangan yang cukup pesat. Jika ditarik agak jauh
kebelakang dengan mencermati fenomena sebelum lahirnya PLB yakni pada masa abad
pertengahan (abad ke 15) dan ke 16, maka dapat dilihat kecenderungan masyarakat
di Eropa yang menaruh perhatian pada nilai-nilai luhur kemanusiaan. Kebebasan
(freedom), kesetaraan (equality) mengemuka di masa perahlian menuju pembaharuan
(renaissance) terhadap sektor-sektor kehidupan. Keragaman (diversity) yang
tampak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi bagian yang tak
terpisahkan dan merupakan isu penting pada menjelang masa renaissance tersebut.
Tumbuh-kembang PLB lebih tampak di Amerika Serikat sejalan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara itu. Namun demikian, kita
akan mudah menjumpai studi-studi tentang perbandingan antara orang Amerika
dengan Jerman, dibandingkan studi mengenai orang Amerika keturuan Afrika dengan
orang Amerika keturunan Asia. Hal ini dimungkinkan karena mereka berasumsi
bahwa Amerika merupakan satu kesatuan budaya (homogen) yang dapat dibedakan
dengan bangsa di negara-negara lainnya.
Pada masa "European Enlightenment" atau era pencerahan bangsa Eropa (Jahoda & Krewer: hal. 8) di abad 17 hingga ke 19, sebagai kelanjutan masa renaissance, perkembangan peradaban manusia mulai berubah kearah yang lebih luhur dan manusiawi dalam menempatkan posisi serta harkat manusia dalam kehidupannya (from savage to the civilized state of human life).
Tujuan Psikologi Lintas Budaya
Tujuan dari lintas-budaya psikolog adalah untuk melihat manusia dan
perilakunya dengan kebudayaan yang ada sangat beragam dengan kebudayaan yang
ada disekitar kita . untuk melihat kedua perilaku universal dan perilaku yang
unik untuk mengidentifikasi cara di mana budaya dampak perilaku kita, kehidupan
keluarga, pendidikan, pengalaman sosial dan daerah lainnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Budaya
Berbagai faktor dapat mempengaruhi aspek-aspek budaya komunitas tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan wilayah tempat budaya tersebut berada memiliki peran atas pembentukan budaya masyarakatnya. Misalnya, wilayah suatu Negara memiliki sumber daya alam terbatas biasanya membentuk budaya masyarakatnya sebagai pekerja keras, memiliki kerjasama tim dan semangat kerja tinggi.
Populasi yang besar juga mempengaruhi budaya. Komunitas dengan jumlah populasi besar memungkinkan terjadinya "groupism" dan hirarki birokrasi. Beberapa faktor lainnya yang juga dapat berpengaruh terhadap budaya adalah teknologi dan cuaca/iklim suatu wilayah.
Budaya merupakan konstruk individu dan sosial. Seseorang (individu) dapat berperilaku atas nilai-nilai, kepercayaan dan sikap yang disepakati bersama, maka ia akan memperlihatkan budaya dari komunitas tersebut. Tetapi sebaliknya, bila dalam perilakunya dia tidak menunjukkan sikap, nilai dan kepercayaan yang dianut komunitasnya, maka ia tidak bisa dikatakan memperlihatkan suatu budaya tersebut.
Hubungan Psikologi Lintas Budaya
dengan Psikologi Budaya dan Antropologi
Hubungan dengan Psikologi Budaya
Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian
terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun
baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada
saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis
manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor
budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan
bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya.
Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.
Hubungan dengan Antropologi
Kategori yang sering digunakan untuk
merujuk kelompok budaya adalah etnisitas dan bahasa. Sebuah kelompok etnik
diposisikan sebagai satu kelompok budaya. Demikian juga masyarakat yang
menggunakan bahasa khasnya sendiri diperlakukan sebagai satu kelompok budaya
khusus. Asumsinya mendasarkan pada pendapat Jacques Lacan, yang menyatakan
bahwa manusia terkungkung pada bahasa yang digunakannya. Bahasa adalah penentu
budaya manusia. Dunia dipahami manusia dari kelompok budaya berbeda secara
berbeda karena bahasa yang digunakan untuk memahaminya juga berbeda. Oleh
karena itu orang minang, meskipun dilahirkan di luar Sumatera Barat, namun
sepanjang ia dibesarkan dengan bahasa ibu bahasa minangkabau, maka ia semestinya
dimasukkan dalam kelompok budaya minangkabau. Sebaliknya apabila dia dibesarkan
dengan bahasa ibu bahasa jawa, maka semestinya ia dikelompokkan ke dalam
kelompok budaya jawa, meskipun ibu bapanya orang minang. Lantas bagaimana bila
ibu minang, bapak jawa dan sang anak dibesarkan dengan bahasa indonesia, apakah
kemudian sang anak menjadi kelompok budaya indonesia dan tidak menjadi minang
ataupun jawa?
Pada umumnya penelitian psikologi
lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara
atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis,
hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan,
apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila
didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti
itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk
menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya.
Pada akhirnya tidak ada
kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan pengelompokan budaya. Apakah
batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis, bahasa, atau wilayah
geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain atau malah kurang
relevan.
Perbedaan Psikologi Lintas
Budaya dengan Psikologi Indigenous, Psikologi Budaya, dan Antropologi
Indigenous Psychology merupakan suatu terobosan baru dalam dunia
psikologi yang mana merupakan suatu untuk memahami manusia berdasarkan konteks
kultural/budaya.
Mengapa Indigenous Psychology diperlukan? Hal ini terkait dengan
“masalah” yang ditimbulkan oleh teori yang ada dan digunakan selama ini, jika
ditelusuri lagi merupakan suatu teori yang disusun berdasarkan sampel
orang-orang barat dengan budaya barat. Teori tersebut kemudian
digeneralisasikan untuk, bisa dikatakan, hampir semua orang di dunia ini.
Padahal belum tentu teori tersebut sesuai dengan budaya suatu negara. Ada suatu
perbedaan yang terkandung di dalam budaya di tiap-tiap daerah. Oleh karena
itulah Indigenous Psychology dibutuhkan. Namun, mengingat bahwa Indigenous
Psychology ini adalah suatu paham baru, penelitian mengenai Indigenous
Psychology masih diperlukan.
Bisa dikatakan Psikologi Lintas Budaya mempelajari perbedaan dan
persamaan manusia yang ada dengan budaya yang berbeda-beda, sedangkan Psikologi
Indigenous ditujukan untuk menghindari pengeneralisasian manusia karena adanya
perbedaan budaya, Psikologi budaya fokus untuk mempelajari suatu budaya akan
mempengaruhi psikologis masyarakatnya, dan Antropologi fokus dalam mempelajari
budaya-budaya yang ada.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)