3/16/2013
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Pendekatan client centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang
menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dam
fenomenalnya. Pendekatan client centered menaruh kepercayaan
yang besar pada kesanggupan client untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan
arahnya sendiri. Hubungan terapiutik antara terapis dan client merupakan
katalisator bagi perubahan. Menurut Roger, Konseling dan Psikoterapi tidak
mempunyai perbedaan. Untuk itu Roger terus menerus melakukan penelitian,
sehingga menemukan metde yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan klien.
Sehingga Client centered mengalami
perkembangan menjadi Person Centered.
Perkembangan Pendekatan Terhadap Terapi
Pendekatan
Rogers terhadap terapi dan model kepribadian sehat yang dihasilkan,memberikan
suatu gambaran tentang kodrat manusia yang disanjung-sanjung dan optimis. Tema
pokoknya adalah seseorang harus bersandar pada pengalamanya sendiri tentang
dunia karena hanya itulah kenyataan yang diketahui oleh seorang individu.
Carl
R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada
hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi
humanistik yang menggaris bawahi tindakan yang akan dilakukan oleh klien
berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.
Perkembangan
pendekatan client-centered disertai peralihan dari penekanan pada teknik terapi
kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan dan sikap ahli terapi, serta pada
hubungan terapeutik.
Hart
(1970) membagi perkembangan teori Rogers kedalam tiga periode :
1.
Psikoterapi non-direktif (1940-1950)
Psikoterapinon-direktif dikembangkan pada tahun 1940-an sebagai reaksi melawan
konseling psikoanalisis. DalamPsikoterapi ini, peran therapist hanya menunjukkan kondisi permisif penerimaan (tidak banyak teknik yang
digunakan).
Pendekatan ini menekankan pada penciptaan iklim permisif dan
non-interventif.Pada periode ini, ahli terapi secara nyata menghindarkan diri
dari interaksi dengan klien.Ahli terapi berfungsi sebagai penjernih, tetapi
tidak menampilkan kepribadiannya sendiri. Saat ini, terapi client-centered
mengandalkan dorongan pertumbuhan bawaan klien, dimana klien akan mencapai
pemahaman atas dirinya dan situasi kehidupannya.
2.
Client Centered (1950-1961)
Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1950an. Psikoterapiini menaruh kepercayaan dan
meminta tanggungjawab yang lebih besar kepada terapist dalam menangani
permasalahan (berpusat pada konseli). merefleksikan perasaan klien, bekerjasama
menyelaraskan self, Pada periode ini, terapi beralih dari penekanan pada
kognitif kepada klarifikasi, yang mengarah pada pemahaman. Ahli terapi terutama
merefleksikan perasan-perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubungan
dengan kliennya.Peran ahli terapi dirumuskan ulang, penekanan diperbesar pada
tanggapan ahli terapi pada perasaan pasien.Ahli terapi merefleksikan perasaan
yang semata-mata menjelaskan komentar-komentar klien.Untuk menunjang
reorganisasi konsep diri klien, ahli terapi bertugas menghilangkan sumber
ancaman dari hubungan terapeutik dan berfungsi sebagai cermin sehingga klien
dapat memahami dunianya sendiri dengan lebih baik, dan mampu mengembangkan
keselarasan antara konsep dirinya saat ini dengan konsep diri yang
ideal.Sekalipun demikian, ahli terapi sebagai pribadi tetap tidak ditampakkan. Teknik
utama: refleksi.
3.
Person Centered (1961- sekarang)
Psikoterapi ini berkembang pada tahun 1960an, psikoterapi ini menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak
hanya diterapakan dalam proses terapi tetapi prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Titik
berat : meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapist
lebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan.Terapist lebih
mengutamakan sikapnya daripada pengetahuan dan penguasaan teknik teknik terapi konseling.Terapi
person-centered menitikberatkan kondisi-kondisi tertentu yang “diperlukan dan
memadai” bagi kelangsungan perubahan kperibadian. Periode ini memperkenalkan unsure-unsur
penting dari sikap-sikap terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan
positif, dan pengertian yang empatik sebagai prasyarat bagi terapi yang
efektif. Kemudian, focus dialihkan dari refleksi terapis atas perasaan-perasaan
klien kpeada tindakan terapis mengungkapkan perasaan-perasaan langsungnya
sendiri dalam hubungan dengan klien. Rumusan yang mutakhir memberikan tempat
pada lingkup yang lebih luas dan keluwesan yang lebih besar dari tingkah laku
terapis, mencakup pengungkapan-pengungkapan atau pendapat-pendapat,
perasaan-perasaan dan sebagainya yang pada periode sebelumnya tidak diharapkan
muncul.
Latar Belakang Person-Centered
Model terapi berpusat
pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan
cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Terapi person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an
sebagai reaksi terhadap terapi psychoanalytic. Didasarkan pada
pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber daya terapi untuk menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan
hambatan ke pertumbuhan pribadi. Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai pusat terapi. Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini berdasarkan pada
pandangan positif tentang manusia yang melihat orang memiliki sifat bawaan
berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi secara penuh (becoming fully
functioning). Asumsi dasarnya adalah: dalam konteks suatu hubungan pribadi
dengan kepedulian terapist, klien mengalami
perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan
self-awareness.
Konsep-konsep dasar Terapi Person-Centered
1.
Menekankan pada dorongan dan
kemampuan yang terdapat dalam diri individu yang berkembang, untuk hidup sehat
dan menyesuaikan diri.
2.
Menekankan pada unsur atau aspek
emosional dan tidak pada aspek intelektual.
3.
Menekankan pada situasi yang
langsung dihadapi individu, dan tidak pada masa lampau.
4.
Menekankan pada hubungan
terapeutik sebagai pengalaman dalam perkembangan individu yang bersangkutan.
5.
Konsep dasar pandangan tentang
manusia : pandangan person centered tentang sifat manusia konsep tentang
kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Rogers menunjukkan kepercayaan yang
mendalam pada manusia. Ia memandang manusia sebagai tersosialisasi dan bergerak
ke muka, sebagai berjuang untuk berfungsi penuh, serta sebagai bmemiliki
kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia
dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu
diadakan pengendalian. Maka dengan pandangan ini, terapi person-centered
berakar pada kesanggupan seseorang (klien) untuk sadar dan membuat
putusan-putusan/
Tujuan Terapi Person-Centered
Tujuan psikoterapi
adalah
menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan terapi sedemikian sehingga terapist, dengan
menggunakan hubungan terapii untuk person-centered, dapat menjadi
sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
Terapi cenderung
untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia
untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari
standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu
menjadi. Terapi ini
diharapakan mampu meningkatan harga diri dan keterbukaan yang lebih
besar untuk menangani
masalah. Beberapa perubahan terkait bahwa bentuk terapi berusaha untuk mendorong
pada klien termasuk kesepakatan yang lebih erat antara diri klien ideal dan
aktual, lebih baik pemahaman diri; tingkat lebih rendah dari pembelaan diri,
rasa bersalah, dan ketidakamanan; hubungan yang lebih positif dan nyaman dengan
orang lain, dan peningkatan kapasitas untuk mengalami dan mengekspresikan
perasaan pada saat itu terjadi.
Tujuan umum :
·
Meningkatkan
derajat independensi (kemandirian) dan integrasi yang mengarah pada aktualisasi
diri,
Tujuan khusus :
·
Memberi
kesempatan dan kebebasan pada individu untuk mengkspresikan perasaaan
–perasaannya, berkembang dan terealisasi potensinya.
·
Membanntu
individu untuk makin mampu berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan
lingkungannya dan bukan pada penyembuhan tingkah laku itu sendiri.
·
Membantu individu
dalam perubahan dan pertumbuhan.
Peran dan Fungsi Terapist pada pendekatan Person Centered
Peran
Terapist pada proses terapi adalah :
·
Terapist tidak memimpin,
mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu dilakukan oleh
klien sendiri.
·
Terapist merefleksikan
perasaan-perasaan klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
·
Terapist menerima individu dengan
sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun.
·
Terapist memberi kebebasan kepada klien
untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
Fungsi Terapist pada Proses Terapi
Secara garis besar terapist
berfungsi sebagai instrument untuk membantu klien terhadap terciptanya
perubahan perilaku. Adapun sikap terapist sebagai instrument dalam proses
terapi meliputi kongruen/genuine/otentik, penghargaan tanpa syarat (uncounditional
positif regard), dan pemahaman secara empati (empathic understanding).
Kelebihan pendekatan Person-Centered
1.
Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist.
2.
Identifikasi dan hubungan terapi
sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.
Lebih menekankan pada sikap terapi
daripada teknik.
4.
Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan
penemuan kuantitatif.
5.
Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam
terapi.
6.
Menawarkan perspektif yang lebih
up-to-date dan optimis.
7.
Klien memiliki pengalaman positif
dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
8.
Klien merasa mereka dapat
mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak
dijustifikasi
Kekurangan Pendekatan Person Centered
1.
Terapi berpusat pada klien dianggap
terlalu sederhana.
2.
Terlalu menekankan aspek afektif,
emosional, perasaan.
3.
Tujuan untuk setiap klien yaitu
memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai
individu.
4.
Tidak cukup sistematik dan lengkap
terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
5.
Sulit bagi therapist untuk bersifat
netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6.
Terapi menjadi tidak efektif
ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja
tidaklah cukup.
7.
Tidak bisa digunakan pada penderita
psikopatology yang parah.
8.
Minim teknik untuk membantu klien
memecahkan masalahnya
Sumber : http://janokogalls.blogspot.com/2011/12/person-centered-by-carl-roger.html
(Alwilsol(2008).
Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang, Suryabrata, Sumadi (2008). Psikologi
Kepribadian. Rajawali Pers. Jakarta., Batos, Cindy (2011). TERAPI
BERPUSAT KLIEN (Client Centered Teraphy)., Chou
(2011).Sejarah Person’s Centered., Susanto, Eko (2011). Konseling
Client Centered., Ummuhani (2010). Model Client-Centered.)
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Psikologi Eksistensial atau sekarang
berkembang dengan nama psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal
dari kajian filsafat yang diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi
manusia. Sebelum psikologi modern membuka dirinya pada pemikiran (school of
thought) berbasis emosi dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih
dahulu dipengaruhi oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada
diri, holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme
mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri mereka sendiri dan masyarakat.
Terdapat gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang dikemukakan oleh seorang
filsuf bernama Søren Kierkegaard. Dalil utama dari eksistensialisme adalah
keberadaan (existence) individual manusia yang dialami secara subjektif.
Istilah eksistensi berasal dari akar
kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke
luar. Dengan istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa
eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan
substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan
sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran
filsafat yang bersaha memahami kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan
dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud
bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat
tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu (misalnya
perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia
eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organisme/alam, objek) seperti
pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia
dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan
individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu
yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan
habitatnya secara keseluruhan.
Manusia (individu) tidak mempunyai
eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada tanpa ada
individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau
mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan
(co-constitutionality), karena musia dengan dunianya memang tidak bisa
dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan
tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena
sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat
eksistensi manusia, melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi
dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa
diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia.
Psikologi eksistensial adalah ilmu
pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis
fenomenologis. psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas
yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi.
Terapi
Inti terapi eksistensial adalah
hubungan antara terapi dengan kliennya. Hubungan ini disebut pertemuan.
Pertemuan adalah kehadiran asal satu Dasein kehadapan Dasein yang lain, yakni
sebuah “ketersingkapan” satu Dasein terhadap yang lainnya. Berbeda dengan
terapi-terapi formal, seperti terapi gaya Freud, atau terapi-terapi yang
“teknis”, seperti terapi gaya behavioris, para terapis eksistensial sepertinya
ingin terlibat intim dengan Anda. Saling beri dan saling terima adalah bagian
paling alami dari pertemuan, bukan untuk saling menghakimi dan memojokkan.
(Boeree, C.George, 2004)
Para analasis eksistensial menyadari
kompleksitas manusia yang mereka hadapi di ruang-ruang praktek mereka. Mereka
menyadari bahwa manusia bukan hanya merupakan makhluk biologis atau fisik,
melainkan juga sebagai makhluk yang unik dan mempunyai kesadaran. Dengan
perkataan lain, manusia tidak lain adalah tubuh (organisme) yang berkesadaran.
Oleh sebab itu, mereka beranggapan bahwa pendekatan analisis eksistensial
tentunya diperlukan, karena menwarkan kejernihan analisis atas pasien-pasien
mereka. Gejala manusia dan pengalaman-pengalamannya tentu saja tidak bisa
dikuantitafikasikan dan digeneralisasi begitu saja. Perlu pengungkapan yang
lebih spesifik. Analisis eksistensial dianggap mampu melakukan tugas itu.
Dalam analisis eksistensial yang
dilakukan Binswanger sebagai metode baru yang berbeda dari metode-metode yang
ada sebelumnya, terlihat dalam kasus yang ditanganinya yaitu kasus “Ellen West”
yang merupakan salah seorang pasiennnya. Binswanger mengadakan analisis
fenomenologis mengenai tingkah lakunya dan menggunakan penemuan-penemuan
tersebut untuk merumuskan eksistensi atau cara-cara ada-di-dunia pasien
tersebut. Ia menyelidiki arsip-arsip di Sanotarium dan memilih kasus seorang
gadis muda, yang pernah berusaha untuk melakukan bunuh diri. Kasus ini menarik
karena selain buku harian, catatan-catatan pribadi dan puisi-puisinya yang
penuh pesona, juga karena sebelum dirawat di sanotarium, ia telah dirawat lebih
dari dua periode oleh para psikoanalis dan selama di sanitarium ia telah
menerima perawatan dari Bleuler dan Kraepelin. Dalam analisis eksistensial
(yang tekanannya lebih pada terapi), Binswanger pertama-tama menganalisis
asumsi-asumsi yang mendasari hakekat manusia kemudian ia berhasil sampai pada
pemahaman mengenai struktur tempat diletakkannya segenap system terapeutik.
(Zainal A., 2002)
Medard Boss menggunakan analisis
mimpi dalam terapinya terhadap seorang pasien yang menderita
obsesional-complusive. Pasien ini menderita kompulsi-kompulsi untuk mencuci
tangan dan membersihkan, ia sering bermimpi tentang menara-menara gereja.
Pasien ini sebelumnya telah menjalani analisa Freudian dan menginterpretasikan
isi mimpi tersebut sebagai simbol-simbol phalik serta menjalani analisa Jungian
yang menghubungkannya dengan simbol-simbol arketif
religius. Dalam dengan Boss sang pasien menceritakan tentang mimpi-mimpinya
yang datang berulang-ulang seperti ia mendekati sebuah pintu kamar mandi yang
selalu terkunci. Boss menunjukkan dalam pembahasannya tenang kasus itu bahwa
pasien merasa bersalah, karena telah mengunci beberapa potensi yang sangat
penting dalam dirinya. Ia mengunci baik kemungkinan-kemungkinan pengalaman
badaniahnya maupun spiritualnya atau aspek “dorongannya” dan aspek “tuhannya”,
semua itu dilakukannya untk melarikan diri dari semua masalah yang dihadapinya.
Menurutnya pasien merasa bersalah bukan semata-mata bahwa ia mempunyai rasa
bersalah. Pasien tidak menerima dan tidak memasukkan kedua aspek tersebut ke
dalam eksistesinya, maka ia merasa bersalah dan berhutang pada dirinya.
Pemahaman mengenai rasa bersalah tidak ada hubungannya dengan sikap menilai
(“judgmental attitude”), yang perlu dilakukan hanyalah memperhatikan kehidupan
dan pengalaman pasien secara sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat.
Sumber : http://www.psychologymania.com/2011/09/psikologi-eksistensial.html
(Abidin, Zainal, 2002. Analisis Eksistensial untuk psikologi dan psikiatri,
Bandung: PT Refika Aditama., Boeree, C.George, 2004. Personality Theories, Yogyakarta)
Nama : Nizza Karima Azzahrah
Kelas : 3PA01
NPM : 15510016
Psikoanalisis
adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia
dan metode psikoterapi.
Secara historis merupakan aliran pertama dari 3 aliran utama
psikologi.
Sumbangan utama
psikoanalisis :
1. Kehidupan
mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia
bias diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia.
2. Tingkah
laku diketahui sering ditentukan oleh faktor tak sadar.
3. Perkembangan
pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian
dimasa dewasa.
4. Teori
psikoanalisis menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara
yang digunakan individu dalam mengatasi kecemasan.
5. Terapi
psikoanalisis telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketidaksadaran
melalui analisis atas mimpi-mimpi.
Terapi
Intervensi khusus
dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan
mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan
perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang
berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi
yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien
secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri:
bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh
pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi
dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang
sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan
menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka
sadar untuk menghentikan perilaku itu.
Konsep-konsep utama
terapi psikoanalisis
1.
Struktur Kepribadian
·
Id
·
Ego
·
super ego
2.
Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan freud tentang sifat
manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik dan reduksionistik.
3.
Kesadaran & ketidaksadaran
·
Konsep ketaksadaran
Ø
Mimpi-mimpi merupakan representative simbolik
dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat
konflik
Ø
Salah ucap / lupa → thd nama yang dikenal
Ø
Sugesti pascahipnotik
Ø
Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik
asosiasi bebas
Ø
Bahan-bahan
yang berasal dari teknik proyektif
4.
Kecemasan
Suatu keadaan yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu
·
Fungsinya memperingatkan adanya ancaman bahaya
·
3 macam kecemasan
Ø
Kecemasan realistis
Ø
Kecemasan neurotic
Ø
Kecemasan moral
Tujuan Terapi
Psikoanalisis
1.
Membentuk kembali struktur karakter individu dengan
jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri klien
2.
Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa
anak-anak
Fungsi & Peran
Terapis
1.
Terapis / analis membiarkan dirinya anonym serta hanya
berbagi sedikit perasaan & pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya
kepada terapis / analis.
2.
Peran terapis
Ø
Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri,
kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani
kecemasan secara realistis.
Ø
Membangun hubungan kerja dengan klien, dengan banyak
mendengar & menafsirkan.
Ø
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
Ø
Mendengarkan
kesenjangan2 & pertentangan2 pd cerita klien.
Pengalaman klien dalam
terapi
1.
Bersedia melibatkan diri kedalam proses terapi yang
intensif & berjangka panjang.
2.
Mengembangkan hubungan dengan analis / terapis.
3.
Mengalami krisis treatment.
4.
Memperoleh pemahamn atas masa lampau klien yang tak
disadari.
5.
Mengembangkan resistensi-resistensi untuk belajar lebih
banyak tentang diri sendiri.
6.
Mengembangkan suatu hubungan transferensi yang
tersingkap.
7.
Memperdalam terapi.
8.
Menangani resistensi-resistensi & masalah yang
terungkap.
9.
Mengakhiri terapi.
Hubungan Terapis
& Klien
1.
Hubungan dikonseptualkan dalam proses tranferensi yang
menjadi inti Terapi Psikoanalisis.
2.
Transferensi mendorong klien untuk mengalamatkan pd
terapis “urusan yang belum selesai” yang terdapat dalam hubungan klien dimasa
lalu dengan orang yang berpengaruh.
3.
Sejumlah perasaan klien timbul dari konflik-konflik
seperti percaya lawan tak percaya, cinta lawan benci.
4.
Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan
kembali konflik masa dininya yang menyangkut cinta, seksualitas, kebencian,
kecemasan & dendamnya.
5.
Jika analis
mengembangkan pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konflik
sendiri, maka akan terjadi kontra transferensi.
Ø
Bentuk kontratransferensi
Perasaan tdk suka / keterikatan & keterlibatan yang berlebihan
Ø
Kontratransferensi dapat mengganngu kemajuan
terapi
Teknik dasar Terapi
Psikoanalisis
1.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman masa lalu & pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan
situasi2 traumatik di masa lalu.
2.
Penafsiran adalah suatu prosedur dalam menganalisa
asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi.
3.
Analisis Mimpi adalah suatu prosedur yang penting untuk
menyingkap bahan-bahan yang tidak disadari dan memberikan kpd klien atas
beberapa area masalah yang tak terselesaikan.
4.
Analisis dan Penafsiran Resistensi ditujukan untuk
membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga
dia bisa menanganinya.
5.
Analisis & Penafsiran Transferensi adalah teknik
utama dalam Psikoanalisis karena mendorong klien untuk menghidupkan kembali
masa lalunya dalam terapi.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
((Inggris) Kramer, G.P., et all. (2010).
Introduction to Clinical Psychology (7th ed). New Jersey: Pearson.)
indryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F21332%2FTERAPI%2BPSIKOANALISIS.doc
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)