4/12/2013
Nama : Nizza Karima Azzahrah
NPM : 15510016
Kelas : 3PA01
Teori dan terapi Viktor Frankl lahir
dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi Nazi. Di sana, ia
menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati di tengah siksaan.
Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu
dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus diselesaikan di masa
depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak daripada yang
kehilangan harapan.
Frankl menamakan terapinya dengan
logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti pelajaran, kata, ruh, Tuhan
atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai pegertian logos. Bila Freud
dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan sebagai sumber dorongan.
Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber utama motivasi.
Selain itu, Frankl juga menggunakan
noös yang berarti jiwa/pikiran. Bila psikoanalisis terfokus pada psikodinamik,
yakni manusia dianggap berusaha mengatasi dan mengurangi ketegangan psikologis.
Namun, Frankl menyatakan seharusnya lebih mementingkan noödinamik, yaitu
ketegangan menjadi unsur penting bagi keseimbangan dan kesehatan jiwa.
Bagaimana pun, orang menginginkan adanya ketegangan ketika mereka berusaha
mencapai tujuan.
Kerangka berpikir teori kepribadian
model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut.
Pertama, setiap orang selalu
mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi, kebahagiaan
itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari
keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will
to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna
(meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang
bermakna adalah kebahagiaan (happiness).
Kedua, jika mereka yang tak berhasil
memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta
merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Kondisi ini apabila
tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis),
mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).
Ketiga, Frankl menentang pendirian
dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia ditentukan oleh kondisi biologis,
konflik-konflik masa kanak-kanak, atau kekuatan lain dari luar. Ia berpendapat
bahwa kebebasan manusia merupakan kebebasan yang berada dalam batas-batas
tertentu. Manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar
biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek
kejiwaan, aspek sosial
budaya dan aspek kerohanian.
Keempat, kebebasan manusia bukan
merupakan kebebasan dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi
psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom
to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap
kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri.
Dengan demikian, kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah lari dari persoalan
yang sebenarnya harus dihadapi.
Kelima, dalam berperilaku, manusia
berusaha mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu
makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap manusia untuk
melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga.
Namun, Frankl tidak sependapat dengan prinsip determinisme dan berkeyakinan
bahwa manusia dalam berperilaku terdorong mengurangi ketegangan agar memperoleh
keseimbangan dan mengarahkan dirinya sendiri menuju tujuan tertentu yang layak
bagi dirinya.
Logoterapi mengajarkan bahwa manusia
harus dipandang sebagai kesatuan raga-jiwa-rohani yang tak terpisahkan. Seorang
psikoterapis tidak mungkin dapat memahami dan melakukan terapi secara baik,
bila mengabaikan dimensi rohani yang justru merupakan salah satu sumber
kekuatan dan kesehatan manusia. Selain itu logoterapi memusatkan perhatian pada
kualitas-kualitas insani, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani,
kreativitas, rasa humor dan memanfaatkan kualitas-kualitas itu dalam terapi dan
pengembangan kesehatan mental.
Logoterapi percaya bahwa perjuangan
untuk menemukan makna dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang
tersebut. Oleh sebab itu sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang
sangat berbeda dengan pleasure principle (prinsip kesenangan atau lazim dikenal
dengan keinginan untuk mencari kesenangan) yang merupakan dasar dari aliran
psikoanalisis Freud dan juga berbeda dengan will to power (keinginan
untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran psikologi Adler yang memusatkan
perhatian pada striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan).
Oleh karena itu, kenikmatan
sekalipun tidak dapat memberi arti kepada hidup manusia. Orang yang dalam
hidupnya terus menerus mencari kenikmatan, akan gagal mendapatkannya karena ia
memusatkannya pada hal-hal tersebut. Orang itu akan mengeluh bahwa hidupnya
tidak mempunyai arti yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitasnya yang tidak
mengandung nilai-nilai yang luhur. Jadi yang penting bukanlah aktivitas yang
dikerjakannya, melainkan bagaimana caranya ia melakukan aktivitas itu, yaitu
sejauh mana ia dapat menyatakan keunikan dirinya dalam aktivitasnya itu.
Adapun inti logoterapi dirumuskan
oleh Joseph B. Fabry sebagai berikut:
1. Hidup itu bermakna dalam kondisi
apapun.
2. Kita memiliki kehendak hidup
bermakna dan menjadi bahagia hanya ketika kita merasa telah memenuhinya.
3. Kita memiliki kebebasan dengan
segala keterbatasan untuk memenuhi makna hidup kita.
Sedangkan tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup
bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan
pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahamai serta
merealisasikan berbagai potensi dan sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap
orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan.
Selain itu logoterapi juga bertujuan
menolong pasien untuk menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan
memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu. Keyakinan
bahwa orang mempunyai tugas yang harus diselesaikan, mempunyai nilai psikoterapeutik
dan psikohigienik yang tinggi.
Dalam hal ini, terapis harus
menunjukkan kepada pasien bahwa setiap hidup manusia mempunyai tujuan yang unik
yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu. Untuk mencapai tujuan, pasien
harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu dan bertanggung jawab dengan apa yang
dilakukannya. Dalam rangka mencapai semua itu, pasien harus berpacu dengan
waktu, karena hidup manusia dibatasi oleh kematian.
Frankl menekankan bahwa kematian
atau ketidakkekalan hidup tidak membuat hidup itu tidak bermakna.
Ketidakkekalan hidup lebih terkait dengan sikap bertanggung jawab, karena
segala sesuatunya tergantung dari kemampuan kita untuk mewujudkan
kemungkinan-kemungkinan yang pada dasarnya bersifat tidak kekal.
Logoterapi tidak menyikapi setiap
penderitaan (termasuk kematian) secara pesimistis, tetapi secara aktif.
Sumber :
http://www.referensimakalah.com/2012/12/pengertian-logoterapi-logoteraphy.html
(Bastaman, Djumhana, Hanna, Integrasi Psikologi dengan Islam,
(Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995)., Jamest, Coleman, C. Abnormal
Psychology and Moder Life Serent Edition Scott, (Foresman and Comani,
London-England, 1985)., Hawari, Dadang, Al-Qur,an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa, (Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997)., Khan, Hazrat,
Inayah, The Hearth of Sufisme, (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002).,
Raleigh, Drake, Abnormal Psychology, (Utt Lefield dan Co. Patterson, New
Jersey, 1962).)